“
surat dari langit “
Hari cerah.
Langit biru indah. Cahaya matahari berlimpah. Sinarnya menerangi bumi nan
megah. Burung bernyanyi bercanda ria. Pelangi di angkasa penuh pesona. Sisa
hujan semalan masih terasa. Udara bersih terasa segar di dada.
Imron bersiap
berangkat sekolah. Namun, kali ini ia tampak beda. Bahkan, sangat berbeda. Ia
merasa malas. Sudah dari sepekan, semangat belajarnya berkurang. Banyak tugas
terlambat dikerjakan. Tidak jarang, ia mengerjakan PR dengan cara menyalin hasil pekerjaan rahmat
dan awal.
Imron meraih
sepatu. Ia menyimpan sepatu di samping pintu rumah. Kebiasaan di sini memang
seperti itu. Kampung cukup aman. Belum
pernah ada berita pencurian sepatu. Anak-anak pun lebih suka menyimpan sepatu
di samping pintu.
Imron
terkejut. Ada selembar amplop terselip di antara sepasang sepatu. Sejenak, anak
bertubuh agak gemuk itu hanya menatap. Wajahnya yang sedikit gembul, tampak
keheranan. Ih … ini amplop siapa sih. Kok
ada di sepatu imron. Seperti ada
yang sengaja menyimpannya. Aneh ! Namun, ia meraih amplop itu.
Imron kembali
ke dalam kamar. Ia semakin penasaran. Apalagi di depan amplop terdapat tulisan
: untuk putraku tersayang, dari ibu di
langit. Ia segera membuka amplop. Ia membaca surat itu dalam hati.
Salam persahabatan.
Putraku sayang. Apa kabarmu hari ini ?
Ibu selalu berdoa agar imron sehat
selalu. Di sini ibu bisa melihat apa yang imron kerjakan setiap hari. Kalau
imron nakal, ibu akan sakit. Kalau imron baik, ibu akan sehat.
Sekarang keadaan ibu sedang sakit.
Karena imron malas belajar. Imron juga malas membantu ayah bekerja di ladang.
Oleh karena itu, imron harus rajin, jangan malas. Imron sayang sama ibu, kan ?
Imron sayang. Rajin-rajin ya
belajarnya. Agar kamu pintar. Nanti kamu sekolah yang tinggi. Biar bisa
mencapai cita-cita kamu. Dan … jangan malas membantu ayah bekerja di ladang ya.
Kasihan ayah, capek.
Sudah dulu ya imron. Nanti ibu akan
kirim surat lagi. Imron juga kirim surat buat ibu ya.
Salam sayang dari ibu di langit.
Salam persahabatan
Imron menggeleng. Ia sangat tidak mengerti.dalam beberapa
menit, ia masih terpaku. Ia duduk di kasur. Pikirannya masih berputar – putar. Bagaimana sih, kok ibu bisa mengirim surat
untukku ?
Imron melirik jam weker. Hampir pukul tujuh. Ia harus
segera berangkat sekolah. Akhirnya. Ia tidak mau pusing lagi. Ia percaya saja.
Surat itu berasal dari langit. Ia sangat bahagia. Ternyata selama ini, ibunya
di langit sana, selalu memerhatikan dirinya.
Namun, imron takut oarang lain mengetahui hal itu.
Ayahnya juga tidak boleh tahu. Cukup ia sendiri yang tahu. Maka, ia
menyembunyikan surat itu. Ia berharap, nanti akan mendapat surat seperti itu
lagi.
Tidak lama, sebuah teriakan membuat imron sadar. Ia
segera keluar. Itu pasti rahmat dan awal.
Aku harus segera berangkat sekolah.
Imron bergegas keluar. Di depan rumah, pak dadang siap
berangkat ke ladang. Imron mencium tangan ayahnya.
“ Ayo … nih sudah mau jam tujuh. Nanti
terlambat. Kita kan mau olahraga.”rahmat tidak sabar menunggu imron.
Awal berdiri di samping rahmat. Keduanya memakai kaos
olahraga. Imron segera keluar rumah. Lalu, ia berlari ke arah kedua teman
sekelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar